Menyikapi berbagai persoalan bangsa yang akhir-akhir ini semakin tidak terkendali. Diantarnya, problem pemberantasan tindak pidana korupsi yang kian mendapat tantangan, terus bermunculan upaya-upaya pelemahan fungsi KPK, dalam Revisi Undang-Undang No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi menuai banyak pasal yang mengamputasi peran KPK.
Persoalan lain yang cukup memprihatinkan, ialah asap berbahaya akibat Pembakaran Hutan dan Lahan (karhutla) di Sumatra dan Kalimantan yang mengancam keselamatan manusia, khususnya masa depan generasi bangsa. Tidak hanya itu, bahaya asap juga mengancam aktivitas sekolah dan proses pendidikan formal.
Belum lagi, tindakan represif aparat kepolisian saat mengamankan berbagai aksi masa di seluruh indoensia, dan hadirnya gelombang masa dari kelompok pelajar yang tidak terakomodir baik.
Maka Pelajar Islam Idnoensia, sebagai salah satu organisasi yang terus aktif dalam ikhtiar perbaikan bangsa, menyampaikan beberapa isu besar yang perlu mendapat perhatian serius, dianataranya :
Hak Asasi Pelajar dalam Berdemokrasi
Dalam kehidupan negara demokrasi, jaminan atas pemenuhan hak hak fundamental setiap wargan negara adalah kewajiban yang harus diberikan oleh negara. Indonesia sejak 1998, telah menegaskan diri keluar dari rezim orde baru dan mengibarkan bendera reformasi. Angin segar reformasi itu juga terwujud dalam memastikan hak asasi setiap anak bangsa terpenuhi, khususnya hak kemerdekaan fikiran, hak berserikat, berkumpoul dan menyatakan pendapat.
Pelajar adalah satu entitas di negeri ini, yang dalam sejarahnya, banyak memberi kontribusi bagi perjuangan bangsa. Dalam merebut kemerdekaan, para pelajar di pondok pesentren tidak diam, mereka ikut memperjuangan kemerdekaan Republik Indonesia. Misal pada awal kemerdekaan, hadir entitas pelajar yang ikut berjuang dalam kemerdekaan RI dan mempertahankan Kemerdekaan, hadir Tentara Pelajar (TP), Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP), Tentara Genie Pelajar (TGP) , ikut dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Sejarah juga mencatat, tahun 1996, kehadiran Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI) dan Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI) yang ikut dalam aksi jalanan menuntut pembubaran PKI.
Dalam tinta emas sejarah itu, pelajar tidak hanya sebagai objek, tapi mereka juga berperan sebagai subjek. Bahkan subjek sentral dalam menjaga semangat keindonesiaan dan semangat kebangsaan. Namun, pasca reformasi, entitas pelajar, dikategorikan dalam usia anak yang cenderung menjadikan anak sebagai objek saja. Sehingga peran pelajar semakin kerdil.
Padahal, kelompok pelajar ini juga memiki peranan penting dalam ikut berkontribusi bagi pembangunan bangsa. Selama ini, usia pelajar yang banyak terserang virus berbahaya seperti narkoba dan pergaulan bebas. Sebab memang selama ini pelajar tidak dilibatkan penuh dalam berperan membangun generasinya.
Untuk itu, sangat perlu kemudian, pelajar dikembalikan perannya sebagai subjek yang ikut berkontirubusi. Dalam pasal 28I UUD NRI 1945, hak kemerdekaan fikiran adalah hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Maka pelajar yang ingin menyatakan pandangan dan pendapat atas perbaikan negeri, tidak dapat dibatasi dalam keadaan apapun juga.
Fenomena gelombang aksi mahasiswa yang menyuarakan narasi perbaikan atas RUU yang dianggap kontroversi dan cenderung bertentangan dengan semangat reformasi, juga diikuti dengan kelompok yang mengatas namakan dirinya sebagai kelompok Pelajar STM. Pelajar ikut terpanggil menyuarakan hak hak rakyat yang tergadaikan.
Namun, sangat disayangkan, KPAI dan Kemendikbud, mengeluarkan edaran pelarangan pelajar ikut mengluarkan pandangan di depan umum lewat aksi masa yang dijamin dalam konstitusi. Hak kemerdekaan berfikir adalah hak asasi yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Artinya, kemerdekaan berfikir para pelajar tidak boleh kemudian dikungkung oleh kebijakan yang melarang.
Jika kekhawatiran terjadi bentrok di tengah lautan masa, bukan berarti aksinya yang dilarang, tapi pola penanganan aksi oleh aparat yag perlu dibenahi. Sehingga hak hak pelajar bersuara juga dijamin oleh negara sebagaimana yang telah ditegaskan dalam konstitusi kita. Maka sudah saatnya pelajar hadir menjadi subjek perbaikan dan subjek perubahan.
Pelemahan KPK dan Ancaman Moralitas Bangsa
Semangat lahirnya reformasi, menitipkan satu agenda besar bagi bangsa, yakni agenda pemberantasan tindak pidana korupsi. Hal itu kemudian teralisasi dengan lahirnya KPK yang ketentuannya tertuang dalam Undang Undang nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pembaratasan Korupsi.
Kita sadari bahwa Korupsi adalah Ekstra Ordinari Cryme, alias kejahatan luar biasa. Maka, untuk menangani kejahatan luar biasa itu, perlu langkah dan upaya yag luar biasa pula. UU KPK tersebut, menegaskan bahwa KPK adalah lembaga independen yang tidak dapat diintervensi oleh pihak manapun, dengan kekuatan penyidikan sampai pada kewenangan melakukan penyadapan, yang ujungnya berhasil melakukan Oprasi Tangkap Tangan (OTT). Hal ini mejadi power KPK dalam menumpas para koruptor.
Dalam perkembangannya, ketentuan dan aturan tentang KPK terus mendapat sorotan, sehingga munculah usulan revisi UU KPK ini. Tepat pada 17 september 2019, DPR RI dalam sidang paripurna, memutus Revisi UU KPK ini dengan barbagai pasal kontrovensi yang diduga mengamputasi independensi dan kekuatan KPK.
Dari berbagai pasal yang cukup berbahaya, ada dua point besar yang penting mendapat perhatian serius. Pertama, tentang penggembosan independsi KPK, mulai dari pasal 1 ayat 3 dan pasal 3, bahwa KPK berada di rumpun eksekutif, artinya KPK bukan lagi lembaga indepeden.
Dalam pasal 45A UU KPK ini, dalam proses rekrutmen penyidik, KPK harus bekerjasama dengan Kejaksaan dan Kepolisian, ini semakin menjadikan KPK tidak independin lagi. Padahal, independensi KPK sangat dibutuhkan, agar benar-benar tidak terintervensi oleh kepentingan manapun, dan bisa lebih fokus dan tegas dalam menyelasikan perkara tindak pidana korupsi.
Kedua, dibentuknya dewan pengawas. Kehadiran dewan pengawas KPK membawa masalah besar, sebagaimana pasal 37E ayat 1 dalam UU KPK tersebut, bahwa dewan pengawas ditetapkan oleh presiden. Tatkala, ada campur tangan eksekutif dalam hal ini presiden menetapkan dewan pengawas, maka dapat dipastikan KPK tidak dapat bekerja secara independen.
Apalagi dalam pasal 37B ayat1 Huruf b, kewenangan dewan pegawas sangatlah berlebihan, bahwa dewan pengawas berwenang memberi izin atau tidak atas penyadapan, penyelidikan dan penyitaan yang dilakukan KPK. Ruang gerak KPK semakin digembosi.
Agenda reformasi yang sangat prinsip yakni pemberantasan korupsi, hanya ilusi belaka. Hilangnya independsi KPK akan menjadi corong penguasa untuk tebang pilih dalam menangani kasus korupsi. Lemahnya power KPK juga tentunya menjadikan hak hak rakyat dikorupsi dan para koruptor merajela.
Problem mendasar kemudian yang muncul adalah moralitas hukum di negeri ini jatuh. Dan saat itulah, kultur korupsi semakin terpelihara dan generasi muda kehilangan arah dalam membangun moralitasnya. Tatkala moralitas hukum negeri ini jatuh, moralitas para tokoh dan figure bangsa juga hancur, maka moralitas generasi muda di ambang kehancuran pula.
Untuk itu, sudah saatnya melakukan gerakan moril untuk selamatkan generasi. Gerakan selamatkan generasi ini harus dimulai dengan keseriusan negara dalam menumpas kultur korupsi yang telah mengakar. UU KPK yang cenderung mematahkan taring KPK dan menggembosi independsi KPK harus ditolak. Dengan tujuan utama :
- Menjaga indepedensi KPK, dengan menolak pasal tentang masuknya KPK pada rumpun eksekutif.
- Menjaga idepedesi KPK, dengan menolak kehadiran dewan pengawas yang sangat berpotensi menggembosi kekuatan KPK.
- Meneguhkan kekuatan KPK, dengan menegaskan kembali kewenangan penyadapan dan fungsi penyelidikan, penyidikan dan penututuan tetap berada di komisioner KPK
Bahaya Asap Karhutla Terhadap Generasi Bangsa
Problem negeri ini yang juga terus terjadi setiap tahun adalah Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla). Setelah Kebakaran di tahun 2015 lalu yang cukup besar, 2019 kini kebakaran meluas dalam jumlah yang semakin besar. Akibatnya, Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) diatas rata-rata bahaya. Misal di palangkara yang berada di angka 500 dengan level sangat berbahaya bagi setiap makhluk hidup yang terpapar. Data terakhir dari BNPB, hingga September 2019, 928.334 Jiwa yang menderita ISPA.
Data di atas sangat memprihatinkan, hak bernafas dengan menghirup udara segar yang merupakan bagian dari hak hidup, yang perlu dijamin oleh negara tidak terpenuhi. Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pasal 28A, menyebutkan bahwa “setiap orang berhak untuk hidup serta mempertahakan kehidupanya.” Di pasal 28 I, juga menegaskan bahwa hak hidup adalah salah satu hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.
Ketika sudah ratusan ribu anak bangsa yang tidak mendapatkan hak bernafas dengan baik yang merupakan bagain peting dari hak hidup, maka negara gagal dalam pemenuhan hak hak fundamental warga negaranya.
Data lain, sebagaimana dirilis oleh kemedikbud, hingga 16 September 2019, ada 6.271.389 Peserta didik terdampak asap berbahaya, yang akibatnya ribuan sekolah diliburkan. Hal ini sangat mengganggu aktivitas pendidikan. Sementara pemerintah hanya bisa meliburkan peserta didik ketika kadar asap sudah pada level berbahaya.
Padahal, hak mendapatkan pendidikan yang layak adalah bagian dari hak dasar warga negara yang dilindungi konstitusi. Dalam pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, ditegaskan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan. Jika proses pendidikan terhalang dan bahkan terhenti karena asap berbahaya karhutla, maka harusnya negara hadir memastikan setiap anak bangsa tidak terhalang pemenuhan hak mendapat pendidikan yang terbaik.
Sementara, penanganan Karhutla terlihat masih belum serius, perihal itu dibuktikan dengan tidak ditetapakan status darurat nasional, dan tidak adanya tim gabungan respon cepat nasional yang dibentuk untuk menangani secara masal Karhutla. Sampai saat ini juga, belum ada ketegasan kapolri kengungkap dan menindak tegas korporasi yang melakukan pembakaran hutan dan lahan.
PERNYATAAN SIKAP PENGURUS BESAR PELAJAR ISLAM INDONESIA (PB PII)
Berbagai isu besar di atas, tentu sangat meprihatinkan. Perlu komitmen seluruh anak bangsa dan semua elemen bersatu. Untuk itu, atas nama Pengurus Besar Pelajar Islam Indonesia, Menyatakan Sikap :
- Mendesak Mendikbud dan KPAI untuk mencabut edaran larangan kelompok pelajar turun aksi menyuarakan pendapat di depan umum.
- Mendesak Presiden Republik Indonesia menerbitkan Perppu KPK, untuk untuk membatalkan revisi UU KPK dan Kembali ke UU No 30 tahun 2002 tentang KPK.
- Mendesak Kapolri mengungkap dan menindak tegas korporasi yang melakukan pembakaran hutan dan lahan.
- Mendesak Kapolri bertanggung jawab dan mengusut tunas, pelaku penembakan mahasiswa saat aksi demontrasi di Kendari, yang mengakibatkan korban berjatuhan dan dua orang mahasiswa meninggal dunia.
- Menyerukan kepada kepolisian, untuk tidak represif kepada peserta aksi dan menjaga serta memastikan keamanan kelompok pelajar saat aksi menyuarakan hak-hak pelajar dan hak-hak rakyat di depan umum.
Download Versi PDF Disini: Pernyataan Sikap PB PII #SEGERA